Sabtu, 30 Januari 2010

Awas Automatic Tilep Machine


Bali, LACAK
Berkerut kening Grace Simon melihat saldo di rekening BCA atas namanya merosot Rp 20 juta. Rekeningnya yang lain, di Bank Mandiri, mendadak berkurang Rp 5 juta. Grace yakin dia tak pernah menarik duit dari dua rekening itu. Grace, penyanyi top Indonesia era 1970-an, membuka rekening itu untuk menampung dana yayasan anak yatim di Klungkung, Bali.

Perempuan 56 tahun itu tahu duitnya susut saat mengecek saldo di anjungan tunai mandiri (Automatic Teller Machine--ATM) Bank Central Asia Klungkung, pada Sabtu 16 Januari 2010. Tempat itu tak jauh dari rumahnya di Jalan Jempiring, Klungkung. Untuk urusan yayasan itu, sudah setahun Grace pindah dari Jakarta ke Bali.

Pada hari itu juga dia melaporkan peristiwa itu ke Bank BCA dan Mandiri. Menurut Juru Bicara Polda Bali, Komisaris Besar Gde Sugianyar, penyanyi yang dulu kerap muncul di “Aneka Ria Safari” TVRI itu juga melaporkannya ke polisi pada Rabu 20 Januari 2010. “Saya kecewa, karena pengamanan ATM sangat kurang,” kata Grace Simon kepada wartawan di Denpasar, Bali.

Rupanya, Grace tak sendirian. Kasus ini berantai. Menurut Sugianyar, Polda Bali sudah menerima laporan dari 40 korban bernasib seperti Grace Simon. Nilai kerugian beragam, dari Rp 1 juta - Rp145 juta.

Di tengah keluhan puluhan orang kehilangan uang itu, ada pengalaman unik I Gusti Ayu Ratih. Perempuan 30 tahun itu, bermukim di Jalan Tukas Lestari, Sanur, seperti mendapat durian runtuh pada16 Januari 2010.

Ceritanya, dia kaget saat melihat saldo rekeningnya di ATM Bank Permata bertambah. Dari Rp 1,1 juta menjadi Rp 6,1 juta. “Kok tiba-tiba tabungan saya tambah dari pengirim yang sama sekali tidak saya kenal,” kata karyawan perusahaan suplai makanan ini. Pengirimnya seseorang yang tak dikenalnya, bernama Yeni Prayoga.

Dua hari berselang, dia menarik sejumlah uang. “Tiba-tiba kartu ATM diblokir bank,” katanya. Ternyata saldonya bersisa Rp 86 ribu. Setelah dikonfirmasi ke bank, terdata empat transaksi Rp 6 juta yang tak dikenalnya.

Keganjilan itu pun dilaporkannya ke polisi. Nah, di Polda Bali, Ratih baru tahu Yeno Prayoga juga membuatkan laporan polisi yang sama dengannya. Bahkan Yeni kehilangan uang Rp 44 juta. Polisi menduga, si penjahat sengaja memecah uang Yeni beberapa bagian ke sejumlah rekening nasabah lain secara acak. Termasuk ke Ratih. Kemudian mengambilnya lagi.

Kasus kebobolan uang di ATM ini tak hanya terjadi di Bali. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan kasus ini terjadi merata hampir seluruh Indonesia. Sejauh ini yang diketahui, nasabah yang jadi korban adalah dari enam bank. Di antaranya BCA, BNI, BRI, Mandiri, Permata, dan BII.

Jenderal Ito bilang, aksi itu sudah berlangsung sejak 2006. “Jika melihat laporan di Polda-polda, ternyata banyak orang baru tersadar,” kata Ito. Bahkan penarikan uang nasabah yang dibobol itu juga terjadi di Rusia, Australia dan Kanada.

Sampai Jumat 29 Januari, di Bali saja, ada 45 korban melaporkan dananya hilang dari rekening, “Total kerugian 886 juta rupiah," kata Kepala Divisi Humas Polri, Edward Aritonang, di Jakarta, Jumat lalu. Secara nasional, kata Edward, ada 55 korban yang melaporkan. Sedangkan kerugian total lebih dari Rp 5 miliar. "Itu dari yang melapor," kata dia.

Bank yang menjadi korban juga bertambah. Awalnya hanya empat bank, yaitu Bank Mandiri, BNI, BCA, dan Bank Permata. "Sekarang menjadi enam bank, Permata, Mandiri, BCA, BNI, CIMB Niaga, dan ENG Bank," Edward menambahkan.

Bagaimana sebetulnya jaringan tukang gangsir ATM ini bekerja?

***

Sebelum heboh pembobolan ATM di Bali, Polda Metro Jaya sudah menelusuri kasus ini. Awalnya ada laporan di Polda Metro Jaya, bahwa sekitar 500 rekening nasabah Bank Centra Asia (BCA) jebol. Kerugian sekitar Rp700 juta pada Agustus 2009.

Bekerja sama dengan BCA, polisi lalu mengungkap kasus ini. Titik terang terlihat ketika polisi menangkap seseorang yang dicurigai saat bertransaksi di salah satu ATM di Pademangan, Jakarta Utara. Dari sini, polisi mencokok sembilan tersangka lainnya. Kepada penyidik, tersangka mengaku berperan memasang skimmer di mesin ATM untuk membaca data kartu ATM.

Skimmer ini tampaknya titik lemah di mesin ATM. Pakar forensik teknologi informasi, Ruby Z Alamsyah, memastikan pembobolan ATM itu adalah kejahatan memakai teknik skimming. "Maksudnya pengopian data kartu magnetik secara ilegal," katanya kepada wartawan.

Ruby mengatakan, si penjahat itu memiliki perangkat magnetic card reader. Celakanya, alat sederhana itu dijual bebas. Harga satu set skimmer sekitar US$ 1.600. Alat itulah yang dipasang di di mulut ATM. "Dia membaca dan merekam data magnetik kartu ATM yang melewatinya,” kata Ruby. Selain itu, ada juga kamera perekam untuk mencuri PIN. Alat itu juga dijual bebas.

Menurut Ruby, dengan peralatan itulah si penjahat mengkloning kartu ATM. “Bisa dilakukan di mana saja,” katanya. Para tersangka yang ditangkap polisi mengaku data itu dikirim ke rekannya di Kanada dan Australia. Selanjutnya dikloninglah kartu ATM nasabah. Kartu ini lalu digunakan menguras rekening korban.

Cara lain tak kalah nekad. Misalnya, untuk membuat kartu ATM macet, ada penjahat yang mau "ngumpet" di belakang mesin ATM. Setiap kali kartu nasabah masuk, maka dia menahannya, seolah-olah kartu itu "ditelan" oleh mesin.

Apakah jaringan yang sama juga bermain di Bali? Inilah yang sedang ditelusuri. Yang jelas, polisi yakin, aksi pembobolan ATM ini melibatkan kelompok jaringan internasional. "Kami minta bantuan interpol menangkap tersangka di Australia dan Kanada," kata Kepala Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafli Amar di Jakarta.

Pembobolan ATM ini masalah serius. Kepala Badan Reserse dan Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi pun memerintahkan semua detektif polisi di sekujur negeri melacak kasus ini. Hasilnya, hingga Rabu 28 Januari 2010, jumlah tersangka bertambah menjadi 20 orang. “Sekitar sepuluh orang masih buron," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi.

Berdasarkan penelisikan polisi, para pelaku terdiri beberapa kelompok. Jadi tak hanya didominasi komplotan berjaringan internasional. Bahkan, dalam beberapa kasus, penyidik curiga ada orang dalam bank terlibat, dan juga pegawai perusahaan mitra bank.

***

Modus itu memang tak bisa menilep uang dalam jumlah besar. Para penjahat melakukannya dengan cepat, tahap demi tahap.  Meski duit yang diembat berjumlah kecil, tapi mereka punya cukup banyak sasaran. Menurut data polisi, setidaknya si penjahat sudah mendata 264 ribu PIN nasabah yang akan jadi korban. "Mungkin dari jumlah PIN itu ada yang masih hidup, atau ada yang mati," kata juru bicara Polri, Inspektur Jenderal Edward Aritonang.

Angka ini tentu mencemaskan nasabah. Bank Indonesia meminta semua bank segera mengevaluasi dan mendeteksi semua mesin ATM dan Electronic Data Capture (EDC). Sukurlah, kata BI, bank yang data nasabahnya jebol telah menyampaikan komitmen menyelesaikan perkara itu sesegera mungkin.

BCA adalah bank terbanyak yang dijebol ATM-nya. Maklumlah, jaringannya memang besar dan luas. Tak mau jadi bulan-bulanan penjahat, bank itu pun melakukan langkah pencegahan. Misalnya, kata Wakil Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmaja, BCA memutuskan memblokir seluruh transaksi dari Australia.

Bank itu memasang deteksi alat dan perekam PIN (skimmer) berbentuk cocor bebek. Alat ini hanya bisa memuat satu kartu. Sebab mesin lama bisa dimasuki alat skimming pembobol. "Jadi yang sekarang aman. Yang sudah digandakan kami lokalisir," kata dia.

Selanjutnya bagaimana dengan dana nasabah yang sudah raib itu?

Jahja menjamin dana nasabah tetap aman karena BCA menggantinya. Dari Bandung, misalnya, dilaporkan Bank BCA Cabang Utama Bandung mengaku sudah membayar kerugian seorang nasabah sekitar Rp 170 juta. Rekening nasabah malang itu dijebol dengan kartu ATM palsu. Biasanya, berdasarkan standar Bank Indonesia, urusan penggantian ini makan waktu dua pekan. “Tapi karena data nasabah lengkap, kami hanya butuh dua hari untuk mengganti kerugiannya,” ujar Didi Edi Surya, Kepala Operasi Bank BCA  Cabang Asia Afrika, Bandung.

Janji seperti ini juga disampaikan BRI dan empat bank lainnya itu. Syaratnya, si nasabah harus membuktikan dia benar korban penjahat ATM itu.

Tapi, penggantian uang yang hilang itu saja masih belum cukup. Menurut Penasehat Krisis Center Kejahatan Perbankan Dhaniswara Harjono para nasabah menjadi korban juga berhak mendapat kompensasi. “Jika hal itu terbukti kelalaian bank,” katanya.

***

Nasabah seperti Grace Simon tak menuntut berlebihan: dia berharap uangnya yang hilang bisa kembali. Karena itu, ketika BCA telah mengganti uangnya, bagi dia itu sudah cukup. “Kebutuhan hidup puluhan anak yatim-piatu jadi selamat,” katanya. Grace berharap Bank Mandiri juga bersikap seperti BCA.

Tapi, tak semua kasus ini bisa tuntas. Soalnya, sejumlah nasabah yang uangnya sudah dikembalikan, malah menarik kembali laporan polisinya. Tentu, untuk penegakkan hukum, gerak polisi jadi agak terhambat. (vn)
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar